Siracusa Principle (prinsip-prinsip Siracusa dalam pembatasan hak asasi manusia)
UNOFFICIAL
TRANSLATION
Prinsip-prinsip
Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan
Pengurangan
Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional
tentang Hak
Sipil dan Politik
Annex, UN
Doc E / CN.4 / 1984/4 (1984)
Diterjemahkan
oleh:
Asep Mulyana,
SIP, MA
Peneliti
Komnas HAM
Sub-Komisi
Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas, Dewan
Ekonomi dan
Sosial, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
1984
Sub-Komisi Pencegahan
Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas,
Dewan Ekonomi dan Sosial,
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
Prinsip-prinsip Siracusa mengenai
Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak
Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
Annex, UN Doc E / CN.4 / 1984/4
(1984).
1) Ketentuan-ketentuan Pembatasan HAM
A. Prinsip-prinsip
penafsiran umum yang berhubungan dengan justifikasi pembatasan
B. Prinsip-prinsip
penafsiran yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan pembatasan yang bersifat
khusus
–
“Ditetapkan oleh hukum”
–
“Dalam masyarakat
demokratis”
–
“Ketertiban umum”
–
“Kesehatan masyarakat”
–
“Moral publik”
–
“Keamanan nasional”
–
“Keselamatan publik”
–
“Hak dan kebebasan orang
lain,” atau “hak dan reputasi orang lain”
–
“Pembatasan pada pengadilan umum”
2) Pengurangan HAM dalam Darurat Publik
A. “Darurat
publik yang mengancam kehidupan bangsa”
B. “Pernyataan,
pemberitahuan, dan penghentian darurat publik”
C. “Benar-benar diperlukan oleh situasi darurat”
D. “Non-derogable
Rights” (hak yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun)
E. Beberapa
prinsip umum dalam pengantar dan aplikasi darurat publik dan akibat tindakan
pengurangan hak
F. Rekomendasi
mengenai fungsi dan tugas Komite Hak Asasi Manusia (HAM) dan Badan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB)
I.
KETENTUAN-KETENTUAN
PEMBATASAN
A.
Prinsip Penafsiran Umum yang berhubungan dengan justifikasi
pembatasan[1]
1.
Tidak ada pembatasan atau alasan yang diijinkan untuk menerapkan pembatasan
untuk hak-hak yang dijamin oleh Kovenan, selain yang tercantum dalam Ketentuan Kovenan itu sendiri.
2.
Cakupan pembatasan yang merujuk pada Kovenan tidak dapat
ditafsirkan hingga membahayakan esensi hak itu sendiri.
3.
Semua ketentuan pembatasan hak harus ditafsirkan secara ketat dan mendukung
hak-hak tersebut.
4.
Semua pembatasan harus ditafsirkan secara jelas dan dalam konteks
hak tertentu yang terkait.
5.
Semua pembatasan di dalam suatu hak yang diakui oleh Kovenan harus
disediakan oleh hukum dan cocok dengan maksud dan tujuan Kovenan.
6.
Tidak ada pembatasan (merujuk pada Kovenan) yang diterapkan untuk tujuan
apapun selain tujuan yang telah ditetapkan.
7.
Tidak ada pembatasan yang diterapkan secara sewenang-wenang.
8.
Setiap pembatasan yang dikenakan harus diarahkan pada Kemungkinan tantangan
untuk dan pemulihan terhadap penerapan pembatasan yang buruk (abusive)
9.
Tiada ada pembatasan (pada suatu hak yang diakui oleh Kovenan)
yang mendiskriminasi dan bertentangan dengan Pasal 2, paragraf 1.
10.
Setiap kali pembatasan di dalam Kovenan mensyaratkan istilah
“diperlukan” (necessary), maka ketentuan ini mengimplikasikan bahwa pembatasan:
a) didasarkan
pada salah satu alasan yang membenarkan pembatasan yang diakui oleh pasal
relevan dari Kovenan;
b) merespon
tekanan publik atau kebutuhan social
c)
mencapai tujuan yang sah, dan
d) sebanding
dengan tujuan itu.
Setiap penilaian mengenai perlunya pembatasan
harus dilakukan pada pertimbangan objektif.
11.
Dalam menerapkan pembatasan, suatu negara seharusnya tidak lagi menggunakan
upaya pembatasan lebih dari pembatasan yang ditetapkan untuk pencapaian tujuan
pembatasan.
12.
Beban justifikasi pembatasan terhadap hak yang dijamin di dalam
Kovenan bertumpu pada negara.
13.
Persyaratan yang dinyatakan di dalam Pasal 12 Kovenan, bahwa
setiap pembatasan konsisten dengan hak-hak lain yang diakui dalam Kovenan, tersirat
dalam pembatasan hak-hak lain yang diakui dalam Kovenan.
14.
Ketentuan pembatasan Kovenan tidak boleh ditafsirkan untuk
membatasi pelaksanaan HAM yang dilindungi lebih daripada kewajiban
internasional lainnya yang mengikat negara.
B.
Prinsip-prinsip Penafsiran yang Berhubungan dengan Ketentuan Pembatasan
Khusus
i.
“ditetapkan oleh hukum”
15. Tidak ada
pembatasan dalam pelaksanaan HAM yang harus dilakukan kecuali disediakan oleh
hukum nasional yang berlaku umum, yang konsisten dengan Kovenan, dan berlaku
pada saat pembatasan diterapkan.
16. Hukum yang
membatasi pelaksanaan HAM tidak boleh berlaku secara
sewenang-wenang
atau tidak beralasan.
17. Aturan hukum
yang membatasi pelaksanaan HAM harus jelas dan dapat diakses oleh setiap orang.
18. Perlindungan
memadai dan pemulihan efektif atas pemaksaan yang illegal atau kasar (abusive)
atau penerapan pembatasan HAM harus disediakan oleh hukum.
ii.
“dalam masyarakat demokratis”
19. Ungkapan
“dalam masyarakat demokratis” harus ditafsirkan bahwa penerapan pembatasan
lebih lanjut pada ketentuan pembatasan itu telah memenuhi syarat.
20. Beban
terletak pada negara yang menerapkan pembatasan, sehingga memenuhi syarat untuk
menggambarkan bahwa pembatasan tidak merusak bekerjanya demokrasi dalam
masyarakat.
21. Meskipun
tidak ada model tunggal mengenai masyarakat demokratis, suatu masyarakat yang
mengakui dan menghormati HAM yang diatur dalam Piagam PBB dan Deklarasi Universal
HAM (DUHAM) boleh digambarkan sebagai definisi tentang masyarakat demokratis.
iii.
“Ketertiban Umum”
22. Ungkapan
“ketertiban umum” yang digunakan dalam Kovenan dapat didefinisikan sebagai
sejumlah aturan yang menjamin bekerjanya masyarakat atau seperangkat
prinsip-prinsip dasar dimana masyarakat dibangun. Menghormati HAM adalah bagian
dari ketertiban umum.
23. Ketertiban
umum harus ditafsirkan dalam konteks tujuan hak-hak tertentu yang dibatasi
dalam bidang ini.
24. Alat-alat
atau agen-agen negara yang bertanggung jawab atas pemeliharaan ketertiban umum
harus menjadi pihak yang dikontrol dalam penggunaan kekuasaan mereka, melalui
parlemen, pengadilan, atau badan-badan independen lain yang kompeten.
iv.
“Kesehatan Masyarakat”
25. Kesehatan
masyarakat dapat dijadikan sebagai dasar untuk membatasi hak-hak tertentu agar
negara mengambil langkah-langkah terkait adanya ancaman serius bagi kesehatan
penduduk ataupun individu anggota masyarakat. Langkah-langkah ini harus secara
khusus ditujukan untuk mencegah penyakit atau cedera atau memberikan perawatan
bagi mereka yang sakit dan terluka.
26. Harus
memperhatikan regulasi kesehatan internasional yang diatur Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO).
v.
“Moral publik”
27. Sejak
moralitas publik bervariasi dari waktu ke waktu dan dari satu budaya ke budaya
lain, suatu negara yang menempatkan moralitas publik sebagai dasar untuk
membatasi HAM, sambil menikmati batas diskresi tertentu, harus dapat
menunjukkan bahwa pembatasan tersebut sangatlah penting untuk memelihara
penghormatan nilai-nilai fundamental masyarakat.
28. Batas
diskresi negara tidak berlaku untuk aturan non-diskriminasi sebagaimana
didefinisikan dalam Kovenan.
vi.
“Keamanan Nasional”
29. Keamanan
nasional dapat dijadikan justifikasi untuk membenarkan tindakan yang membatasi
hak-hak tertentu hanya jika digunakan untuk melindungi keberadaan bangsa atau
integritas teritorialnya atau kemerdekaan politik terhadap kekerasan atau
ancaman kekerasan.
30. Keamanan
nasional tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembatasan hanya untuk mencegah
ancaman lokal atau ancaman hukum dan ketertiban yang relatif terisolasi.
31. Keamanan
nasional tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk memaksakan pembatasan yang
samar atau sewenang-wenang dan hanya dapat digunakan jika ada perlindungan
memadai dan pemulihan efektif terhadap penyelewengan.
32. Pelanggaran
HAM sistematis melemahkan keamanan nasional dan dapat membahayakan perdamaian
dan keamanan internasional. Suatu Negara yang bertanggung jawab atas
pelanggaran semacam itu tidak boleh menjadikan keamanan nasional sebagai
pembenar atas tindakan yang bertujuan untuk menekan oposisi atau melakukan
praktek-praktek represif terhadap penduduknya.
vii.
“Keselamatan publik”
33. Keselamatan
publik adalah perlindungan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan orang,
hidup atau integritas fisik, atau kerusakan serius atas harta benda mereka.
34. Kebutuhan
untuk melindungi keselamatan publik dapat menjustifikasi pembatasan yang
ditetapkan oleh hukum. Ketentuan ini tidak dapat digunakan untuk memaksakan
pembatasan yang samar atau sewenangwenang dan hanya dapat digunakan ketika ada
perlindungan memadai dan pemulihan efektif terhadap penyelewengan.
viii.
“Hak dan kebebasan orang lain” atau “hak atau reputasi orang lain”
35. Cakupan hak
dan kebebasan orang lain yang dapat dijadikan sebagai pembatasan pada hak-hak
dalam Kovenan meluas dan melampaui hak dan kebebasan yang diakui dalam Kovenan.
36. Ketika ada
konflik antara hak yang dilindungi dan hak yang tidak dilindungi Kovenan, maka
pengakuan dan pertimbangan seharusnya diberikan kepada fakta bahwa Kovenan
berusaha untuk melindungi hak-hak dan kebebasan yang paling mendasar. Dalam
konteks ini titik berat utama harus diberikan kepada hak yang tidak tunduk pada
pembatasan dalam Kovenan.
37. Suatu
pembatasan HAM atas dasar reputasi orang lain tidak boleh digunakan untuk
melindungi negara dan aparatnya dari opini dan kritisisme publik.
ix.
“Pembatasan pengadilan umum”
38. Semua
persidangan pengadilan harus terbuka untuk umum, kecuali Pengadilan menentukan
sesuai dengan hukum bahwa:
a) pers atau
masyarakat dilarang mengikuti seluruh atau sebagian persidangan berdasarkan
temuan khusus yang diumumkan dalam sidang terbuka yang memperlihatkan bahwa
kepentingan kehidupan pribadi para pihak atau keluarga mereka atau remaja
mensyaratkan itu; atau
b) pelarangan
sidang terbuka ini sangat diperlukan untuk menghindari publisitas yang
merugikan keadilan persidangan atau membahayakan moral publik, ketertiban umum,
atau keamanan nasional dalam suatu masyarakat demokratis.
II.
PENGURANGAN
DALAM DARURAT PUBLIK
A. “Darurat
Publik yang Mengancam Kehidupan Bangsa”
39. Negara pihak
dapat mengambil langkah-langkah yang mengurangi kewajibannya berdasarkan
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik sesuai Pasal 4 (selanjutnya
disebut “langkah-langkah pengurangan”) hanya bila menghadapi situasi bahaya
yang luar biasa dan aktual atau bahaya yang bersifat segera yang mengancam
kehidupan bangsa. Suatu ancaman bagi kehidupan bangsa adalah salah satu yang :
a) mempengaruhi
seluruh penduduk dan, baik seluruh atau sebagian, wilayah negara, dan;
b) mengancam
integritas fisik penduduk, kemerdekaan politik atau keutuhan wilayah negara
atau keberadaan atau fungsi dasar dari lembaga yang sangat diperlukan untuk
menjamin HAM yang diakui dalam Kovenan.
40. Konflik
internal dan kerusuhan yang bukan merupakan ancaman besar dan bersifat segera
bagi kehidupan bangsa tidak dapat membenarkan pengurangan hak berdasarkan Pasal
4.
41. Kesulitan
ekonomi saja tidak dapat membenarkan tindakan pengurangan hak.
B. Pernyataan,
Pemberitahuan, dan Penghentian Darurat Publik
42. Negara pihak
yang mengurangi kewajibannya berdasarkan Kovenan harus membuat pernyataan resmi
tentang keberadaan darurat publik yang mengancam kehidupan bangsa.
43. Prosedur
hukum nasional mengenai pernyataan negara tentang keadaan darurat harus
ditetapkan sebelum keadaan darurat.
44. Negara pihak
yang mengurangi kewajibannya berdasarkan Kovenan harus segera memberitahukan
negara-negara pihak yang lain, melalui perantaraan Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tentang ketentuan yang dikurangi dan
alasan-alasannya.
45. Pemberitahuan
tersebut harus berisi informasi cukup yang mengijinkan negara- negara pihak
untuk menggunakan hak mereka dan memenuhi kewajiban mereka berdasarkan Kovenan.
Secara khusus, pemberitahuan ini harus memuat :
a)
ketentuan-ketentuan Kovenan yang telah dikurangi;
b) salinan
pernyataan darurat, bersama-sama dengan ketentuan konstitusional,
undang-undang, atau keputusan yang mengatur keadaan darurat, untuk membantu
negara-negara pihak menghargai cakupan pengurangan tersebut;
c)
tanggal efektif pemberlakuan keadaan darurat dan jangka waktu
keadaan darurat yang dinyatakan;
d) penjelasan
tentang alasan yang digunakan keputusan pemerintah, untuk tindakan pengurangan
hak, termasuk gambaran singkat tentang keadaan faktual yang mengarah pada
pernyataan keadaan darurat; dan
e)
gambaran singkat tentang efek yang diantisipasi dari
langkah-langkah pengurangan hak-hak yang diakui oleh Kovenan, termasuk salinan keputusan
yang mengurangi hak-hak ini diterbitkan sebelum pemberitahuan.
46. Negara pihak
mungkin akan meminta informasi penting yang memungkinkan mereka dapat
menjalankan peran mereka berdasarkan Kovenan yang diberikan melalui perantaraan
Sekretaris Jenderal.
47. Pihak negara
yang gagal membuat suatu pemberitahuan segera tentang tindakan pengurangan hak
telah melanggar kewajibannya kepada pihak negara-negara pihak yang lain dan
dapat dicabut pertahanan lain yang tersedia untuk itu di dalam prosedur
berdasarkan Kovenan.
48. Negara pihak
yang memanfaatkan hak pengurangan berdasarkan Pasal 4 wajib menghentikan
tindakan pengurangan itu dalam waktu singkat, sesuatu yang dibutuhkan untuk
mengakhiri darurat publik yang mengancam kehidupan bangsa.
49. Negara pihak
wajib, pada tanggal berakhirnya tindakan pengurangan tersebut, menginformasikan
negara pihak lain, melalui perantaraan Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa, fakta tentang penghentian ini.
50. Ketika
penghentian tindakan pengurangan hak berdasarkan Pasal 4, semua hak dan
kebebasan yang dilindungi oleh Kovenan harus dipulihkan secara penuh. Sebuah
tinjauan atas akibat lanjutan dari tindakan pengurangan hak harus dilakukan
sesegera mungkin. Langkah-langkah harus diambil untuk memperbaiki ketidakadilan
dan untuk memberikan kompensasi kepada mereka yang menderita ketidakadilan
selama atau sebagai akibat dari tindakan pengurangan hak itu.
C. “Benar-benar
diperlukan oleh situasi darurat”
51. Tingkat
keparahan, rentang waktu, dan cakupan geografis dari setiap tindakan
pengurangan hak harus benar-benar diperlukan untuk mengatasi ancaman kehidupan
bangsa dan proporsional pada sifat dan tingkatannya.
52. Otoritas
nasional yang kompeten berkewajiban untuk menilai secara individual perlunya
setiap tindakan pengurangan yang diambil atau diusulkan untuk mengatasi bahaya
tertentu yang ditimbulkan oleh situasi darurat.
53. Sebuah
tindakan tidak benar-benar diperlukan oleh situasi darurat ketika langkah-langkah
biasa yang diperbolehkan menurut ketentuan pembatasan spesifik yang diatur
Kovenan dinilai cukup untuk mengatasi ancaman terhadap kehidupan bangsa.
54. Prinsip
kebutuhan yang ketat harus diterapkan secara obyektif. Setiap tindakan harus
diarahkan pada bahaya yang bersifat segera, aktual, jelas, sekarang, atau akan
terjadi dan tidak dapat dikenakan hanya hanya karena sebuah kekhawatiran
terhadap potensi bahaya.
55. Konstitusi
nasional dan hukum yang mengatur keadaan darurat harus menyediakan tinjauan
independen yang cepat dan dilakukan secara berkala oleh pengaturan tentang
perlunya tindakan pengurangan hak.
56. Pemulihan
efektif harus tersedia bagi orang-orang yang mengklaim bahwa langkah-langkah
pengurangan HAM yang mempengaruhi mereka dianggap tidak benar-benar diperlukan
dalam situasi darurat.
57. Dalam
menentukan apakah langkah-langkah pengurangan HAM sangat diperlukan oleh
situasi darurat, penilaian otoritas nasional tidak dapat diterima secara
meyakinkan.
D. Non-Derogable
Rights (Hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun)
58. Tak boleh
satu negara pihak pun, bahkan ketika darurat yang mengancam kehidupan bangsa,
mengurangi jaminan Kovenan atas hak untuk hidup; bebas dari penyiksaan,
perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan, dan dari eksperimen medis
atau ilmiah tanpa persetujuan; bebas dari perbudakan atau kerja paksa; hak
untuk tidak dipenjara karena hutang kontrak; hak untuk tidak dihukum atau
dijatuhi hukuman yang lebih berat berdasarkan undang-undang pidana yang berlaku
surut; hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; dan kebebasan
berpikir, berkeyakinan, dan beragama.
Hak-hak ini tidak dikurangi dalam kondisi apapun bahkan untuk tujuan melindungi
kehidupan bangsa.
59. Negara-negara
pihak Kovenan ini, sebagai bagian dari kewajiban mereka untuk menjamin
penikmatan hak-hak untuk semua orang dalam yurisdiksi mereka (Pasal 2 [1]) dan
untuk mengambil langkah-langkah yang mengamankan pemulihan efektif atas
pelanggaran (Pasal 2 [3]), harus mengambil tindakan pencegahan khusus ketika
darurat publik untuk memastikan bahwa, baik kelompok resmi ataupun semiresmi,
tidak terlibat dalam praktek pembunuhan sewenang-wenang dan di luar hukum atau penghilangan
paksa, bahwa orang-orang dalam tahanan dilindungi dari tindakan penyiksaan dan
bentuk-bentuk hukuman dan kekejaman lain yang tidak manusiawi atau merendahkan,
dan bahwa tidak ada orang yang dinyatakan bersalah atau dihukum berdasarkan
hukum atau keputusan yang berlaku surut.
60. Pengadilan
biasa harus mempertahankan yurisdiksi mereka, bahkan ketika darurat publik,
untuk mengadili setiap keluhan tentang pelanggaran hak-hak nonderogable
(hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun).
E. Beberapa
prinsip umum mengenai pengantar dan penerapan darurat public dan akibat
tindakan pengurangan hak
61. Pengurangan
hak-hak yang diakui berdasarkan hukum internasional untuk menanggapi ancaman
bagi kehidupan bangsa tidak diterapkan dalam kekosongan hukum. Hal ini disahkan
oleh hukum dan karena itu tunduk pada beberapa prinsip-prinsip hukum yang
berlaku umum.
62. Suatu
pernyataan darurat publik harus dilakukan dengan itikad baik berdasarkan
penilaian obyektif atas situasi untuk menentukan sampai sejauh mana, jika ada,
hal itu menimbulkan ancaman bagi kehidupan bangsa. Suatu pernyataan darurat
publik, dan akibat pengurangan dari kewajiban Kovenan, yang tidak dibuat dengan
itikad baik merupakan pelanggaran hokum internasional.
63. Ketentuan-ketentuan
Kovenan yang memungkinkan pengurangan tertentu dalam keadaan darurat publik
harus ditafsirkan secara terbatas.
64. Dalam keadaan
darurat publik, supremasi hukum masih berlaku. Pengurangan adalah suatu hak
istimewa yang resmi dan terbatas untuk menanggapi ancaman bagi kehidupan
bangsa. Negara yang melakukan pengurangan HAM harus menjustifikasi tindakan
pengurangan itu berdasarkan hukum.
65. Kovenan
membawahi semua prosedur untuk tujuan dasar HAM. Pasal 5 (1) Kovenan
menempatkan batasan tertentu bagi tindakan yang diambil berdasarkan Kovenan :
Tidak
satupun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberi hak pada suatu
negara, kelompok atau perorangan untuk melakukan kegiatan yang ditujukan untuk menghancurkan
hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diakui dalam Kovenan ini, atau untuk
membatasinya lebih daripada yang telah ditetapkan dalam Kovenan ini.
Pasal 29 (2) DUHAM menetapkan tujuan akhir
dari hukum:
Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya,
setiap orang hanya tunduk pada batasan-batasan yang ditentukan oleh hukum,
semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak dan
kebebasan orang lain, dan memenuhi persyaratan-persyaratan moral, ketertiban
umum, dan kesejahteraan umum dalam masyarakat demokratis.
Ketentuan-ketentuan ini berlaku dengan
kekuatan penuh untuk klaim bahwa suatu situasi merupakan sebuah ancaman bagi
kehidupan bangsa dan, karenanya, Kemungkinkan
pihak berwenang untuk melakukan pengurangan.
66. Suatu
pernyataan terpercaya tentang darurat publik mengijinkan pengurangan dari
kewajiban khusus yang ditentukan dalam Kovenan, tetapi hal itu tidak memberi
kewenangan bagi negara untuk lari dari dari kewajibankewajiban internasional.
Pasal 4 (1) dan 5 (2) secara tegas melarang pengurangan-pengurangan yang tidak
konsisten dengan kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional. Dalam hal
ini, catatan khusus dari kewajiban internasional yang berlaku dalam keadaan
darurat public berdasarkan Konvensi Jenewa dan Konvensi ILO harus diperhatikan.
67. Dalam suatu
situasi konflik bersenjata non-internasional, negara pihak pada Konvensi Jenewa
1949 untuk perlindungan korban perang dapat menangguhkan hak untuk diadili oleh
pengadilan yang menawarkan jaminan penting dari kemerdekaan dan
ketidakberpihakan (Pasal 3 Konvensi 1949). Berdasarkan Protokol tambahan 1.977,
hak-hak berikut dengan penghormatan atas penuntutan pidana harus dihormati
dalam setiap keadaan oleh negara pihak pada Protokol:
a)
kewajiban untuk memberikan pemberitahuan perubahan tanpa penundaan
dan untuk memberikan hak-hak dan sarana pertahanan yang diperlukan;
b) keyakinan
hanya atas dasar tanggung jawab pidana individual;
c)
hak untuk tidak dihukum, atau mendapat hukuman lebih berat, berdasarkan
undang-undang pidana yang berlaku surut;
d) praduga tak
bersalah;
e)
persidangan di hadapan terdakwa;
f)
tidak ada kewajiban pada terdakwa untuk bersaksi melawan dirinya sendiri
atau untuk mengaku bersalah;
g)
kewajiban untuk memberi nasihat kepada terpidana di pengadilan dan
pemulihan lainnya.
68. Konvensi hak
berbasis ILO mengandung sejumlah hak yang berhubungan dengan hal-hal, seperti
kerja paksa, kebebasan berserikat, kesetaraan dalam pekerjaan dan serikat
pekerja dan hak-hak pekerja yang tidak tunduk pada pengurangan dalam keadaan
darurat; pengurangan lain yang diijinkan, tetapi hanya sejauh benar-benar
diperlukan untuk memenuhi situasi darurat.
69. Tak ada
negara, termasuk bagi negara yang bukan negara pihak pada Kovenan, dapat
menangguhkan atau melanggar, bahkan ketika darurat publik:
a)
hak untuk hidup;
b) bebas dari
penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan dan dari
eksperimen medis atau ilmiah;
c)
hak untuk bebas dari perbudakan atau kerja paksa; dan,
d) hak untuk
tidak menjadi sasaran hukuman pidana yang bersifat retroaktif sebagaimana
diatur dalam Kovenan.
Hukum
kebiasaan internasional melarang dalam segala situasi pengingkaran hak-hak
mendasar tersebut.
70. Meskipun
perlindungan terhadap penangkapan dan penahanan sewenangwenang (Pasal 9) dan
hak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka dalam penentuan tuntutan pidana
(Pasal 14) dapat dikenakan pembatasan yang sah jika benar-benar diperlukan oleh
keadaan darurat, pengingkaran hak-hak tertentu yang mendasar untuk martabat
manusia tidak pernah dapat dinilai sebagai alasan benar-benar diperlukan dalam
setiap kondisi darurat yang dikonsepsikan. Menghormati hak-hak dasar ini sangat
penting untuk memastikan penikmatan hak-hak non-derogable dan untuk memberikan pemulihan
efektif atas pelanggaran mereka. Secara khusus:
a)
semua penangkapan dan penahanan dan tempat penahanan harus dicatat,
jika mungkin terpusat, dan tersedia untuk publik tanpa penundaan;
b) tidak ada
orang yang harus ditahan untuk waktu yang tidak terbatas, apakah ditahan
menunggu penyelidikan yudisial atau pengadilan atau ditahan tanpa tuntutan;
c)
tidak ada orang yang harus diisolasi tanpa komunikasi dengan
keluarga, teman, atau pengacaranya selama lebih dari beberapa hari, misalnya
tiga sampai tujuh hari;
d) ketika
seseorang ditahan tanpa dakwaan, kebutuhan untuk meneruskan penahanan harus
dipertimbangkan secara berkala oleh sebuah peninjauan pengadilan yang
independen;
e)
setiap orang yang dituntut karena suatu kejahatan berhak atas
peradilan yang adil oleh pengadilan yang kompeten, independen dan tidak memihak,
yang ditetapkan oleh hukum;
f)
warga sipil secara normal harus diadili oleh pengadilan biasa; di
mana ditemukan alasan keperluan mendesak untuk menyelenggarakan pengadilan
militer atau pengadilan khusus untuk mengadili warga sipil, kompetensi,
independensi dan imparsialitas mereka harus dipastikan dan kebutuhan untuk
mereka peninjauan secara berkala oleh otoritas yang kompeten;
g)
setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak atas
praduga tak bersalah dan setidaknya hak-hak berikut untuk memastikan pengadilan
yang adil :
-
Hak untuk diberitahu tentang tuduhan secara segera, rinci, dan
dalam bahasa yang dia mengerti;
-
Hak untuk memiliki waktu dan fasilitas yang memadai untuk mempersiapkan
pembelaan, termasuk hak untuk berkomunikasi secara rahasia dengan pengacaranya;
-
Hak untuk didampingi pengacara pilihannya, dengan bantuan hokum gratis
jika ia tidak dapat membayar untuk itu;
-
Hak untuk hadir di persidangan;
-
Hak untuk tidak dipaksa untuk bersaksi melawan dirinya sendiri
atau untuk membuat pengakuan;
-
Hak untuk mendapatkan kehadiran dan pemeriksaan saksi yang meringankan;
-
Hak untuk diadili di area publik yang aman dimana pengadilan dinyatakan
dalam situasi pengamanan yang memadai untuk mencegah penyalahgunaan;
-
Hak untuk mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi;
h) sebuah
catatan yang memadai tentang proses harus dijaga dalam semua kasus; dan
i)
tidak ada orang yang diadili atau dihukum kembali untuk tindak
pidana dimana ia telah dihukum atau dibebaskan.
F. Rekomendasi
mengenai fungsi dan tugas Komite HAM dan Badan PBB
71. Dalam
melaksanakan kekuasaaannya untuk melakukan kajian, menulis laporan, dan membuat
komentar umum pada laporan-laporan negara pihak berdasarkan Pasal 40 Kovenan,
Komite HAM dapat dan harus memeriksa kepatuhan negara pihak terhadap ketentuan
Pasal 4. Demikian juga hal itu dapat dan harus dilakukan ketika melaksanakan
kekuasaan dalam kasuskasus yang relevan berdasarkan Pasal 41 dan Protokol
Pilihan yang berhubungan, masing-masing, untuk komunikasi antarnegara dan
individu.
72. Untuk
menentukan apakah persyaratan Pasal 4 (1) dan (2) telah dipenuhi dan untuk
tujuan melengkapi informasi laporan-laporan negara-negara pihak, anggota Komite
HAM, sebagai orang-orang yang diakui kompetensi mereka dalam area HAM, dapat
dan harus memiliki informasi yang mereka anggap dapat diandalkan yang
disediakan oleh badan-badan antarpemerintah, organisasi non-pemerintah, dan
komunikasi perorangan.
73. Komite HAM
harus mengembangkan prosedur untuk meminta laporan tambahan berdasarkan Pasal
40 (1) (b) dari negara-negara pihak yang telah memberikan pemberitahuan
pengurangan berdasarkan Pasal 4 (3) atau yang cukup dipercaya oleh Komite,
telah memberlakukan tindakan darurat menurut hambatan Pasal 4. Laporan tambahan
tersebut harus berhubungan dengan masalah tentang situasi darurat sepanjang hal
itu mempengaruhi penerapan Kovenan dan harus ditangani oleh Komite sedini
mungkin.
74. Untuk
memberi peluang Komite HAM melakukan fungsi pencarian fakta yang lebih efektif,
Komite harus mengembangkan prosedur untuk pertimbangan komunikasi berdasarkan
Protokol Pilihan untuk mengizinkan dengar pendapat lisan dan bukti, juga
kunjungan ke negara-negara pihak yang diduga melanggar Kovenan. Jika perlu,
negara-negara pihak Protokol Pilihan harus mempertimbangkan mengubah hal ini
untuk dampak tersebut.
75. Komisi HAM
PBB harus meminta Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas
untuk mempersiapkan daftar tahunan jika negaranegara, apakah negara pihak pada
Kovenan atau bukan, yang menyatakan, mengumumkan, atau menghentikan darurat
publik bersama dengan:
a)
dalam kasus negara phak, pernyataan dan pemberitahuan; dan
b) dalam kasus
negara-negara lain, informasi yang ada, tersedia dan terpercaya mengenai
pernyataan, ancaman terhadap kehidupan bangsa, langkah-langkah pengurangan dan
proporsionalitasnya, non-diskriminasi, dan penghormatan terhadap hak-hak yang
tergolong sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun
(non-derogable).
76. Komisi HAM
PBB dan Sub-Komisi yang harus melanjutkan untuk memanfaatkan teknik penunjukan pelapor
khusus dan badan investigasi dan badan-badan pencarian fakta yang berhubungan
dengan darurat publik yang berkepanjangan.
[1] Istilah
"pembatasan” (limitasi) di dalam prinsip-prinsip ini mencakup istilah
"pembatasan" (restriction) yang digunakan di dalam Kovenan
Comments
Post a Comment