Saudaraku, Maafkan aku terlahir berbeda
Perbedaan adalah sebuah anugrah dari Tuhan YME, yang memberikan sebuah pemahaman lebih akan sebuah persamaan.
Banyak sekali manusia, yang sulit untuk memahami sebuah perbedaan menjadi sebuah persamaan. Mungkin itu terjadi karena adanya sebuah dogma, doktrin, kepentingan, ekonomi, kelas sosial, ataupun kurangnya sebuah pemahaman akan persamaan dalam perbedaan. Sehingga berbagai tindakan reaksioner dan berdasarkan sebuah pembenaran yang bersifat diskriminatif, initimidatif, hingga tindakan manusiawi banyak dilakukan atas nama perbedaan.
lalu, apakah karena perbedaan mereka bukan manusia yang layak hidup damai? jawabannya tentu tidak saudaraku.
***
"Cecep surasep" merupakan salah satu tokoh fiktif yang saya (penulis) ciptakan (ngikutin gaya-gaya di sinetron tv) hehehe.. untuk sedikit kurangnya menjadi pemeran dalam tulisan ini. Dia adalah seorang yang terlahir dengan sebuah doa, dan harapan dari kedua orang tuanya. Cecep surasep lahir dengan sebuah fisik yang sempurna, dan dia tumbuh dengan sebuah kecerdasan yang tidak kalah dengan bocah seumurannya pada masa kanak-kanak. Lalu tidak lupa Cecep surasep tumbuh dan besar, dengan kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya, tidak lupa untuk memberikan bekal ajaran kepercayaan berdasarkan keagamaan yang dia percaya.
Ketika kecil, banyak sekali pertanyaan-pertanyaan akan kehidupan yang ia lontarkan kepada kedua orang tuanya. Sehingga kedua orang tuanya sangat bingung, untuk menjawab semua pertanyaan yang ia lontarkan. dan layaknya seorang anak kecil, dia sangat senang bermain dengan semua anak-anak di daerah rumahnya tersebut. Tentunya temannya disini adalah teman yang ia kenal tanpa adanya sebuah background jenis kelamin, agama, ras, dan kelas sosial.
"Masa kanak-kanak adalah masa yang paling indah." Bermain, Bermain, Dan Belajar.
Cecep selalu bermain teman-teman di lingkungan rumahnya, bahkan cecep sering bergaul dengan anak-anak yang terpaut jauh di atas dia. karena kesenangan dia untuk bermain, membuat cecep sering di marahi kedua orang tuanya. karena cecep selalu mengikuti kemanapun teman-temannya bermain. baik itu bermain banjir-banjiran di sekitar komplek, maupun pergi bermain di mall yang letaknya di kota sebelah (tentunya tanpa bersama teman-teman yang tergolong anak kecil).
Cecep Surasep ketika berumur 5 tahun, di sekolahkan oleh orang tuanya di sebuah TK yang memiliki nama yang kental dengan sebuah ajaran agama. Namun, layak nya sebuah lembaga pendidikan kanak-kanak. Bermain sambil Belajar baca, tulis, berhitung itu menjadi sebuah pembelajaran yang iya terima. Cecep bermain bersama teman-teman baik itu laki-laki atau wanita dan dari golongan agama manapun.Cecep bermain perosotan, berantem-beranteman, tamiya, robot-robotan, balap sepedah, boneka-bonekaan, masak-masakan, lompat tali, dll.
setiap permainan yang dia lakukan bukan karena permainan tersebut terdapat sebuah pembagian berdasarkan jenis kelaminnya. melainkan karena adanya sebuah KESENANGAN yang dia dapatkan.
Ketika dia bermain, terutama ketika sedang bermain bersama teman-teman wanita memainkan masak-masakan,boneka-bonekaan,lompat tali membuat dia menjadi seorang perempuan? tentu tidak, tetapi dia senang berimajinasi terhadap permainan yang dia mainakan. kesenangan tersebut sempat menjadi perolok-olokan teman laki-lakinya. lantas apakah Cecep berhenti bermain lalu menangis karena sering di olok-olok? tentu tidak, karena ada cara tersendiri bagaimana dia tetap bisa bermain dan bergaul dengan teman laki-lakinya. dan dalam benak Cecep, perlakuan yang ia terima adalah sebuah bentuk perwujudan keinginan untuk turut bermain.
Belajarlah dari seorang anak kecil, yang dapat bermain dan berhubungan sosial dengan siapa saja. seiring umur kita yang bertambah, ternyata telah membutakan kita yang telah melewatkan persamaan untuk menginginkan kesenangan dalam bermain tanpa memikirkan sebuah perbedaan.
-Bersambung-
#dari penulis memohon kerja samanya dalam memberikan saran dan pandangannya, kemungkinan besar ini akan menjadi sebuah cerita berkelanjutan tentang apa yang ada di pikiran selama ini. Bukan untuk menyinggung dan atau mencela sebuah pikiran, golongan, atau lembaga manapun.
Comments
Post a Comment