Kontrak
Pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial,
dimana setiap kegiatannya terjadi interaksi kepada sesama manusia. Interaksi
yang terjadi antar manusia ini, menciptakan hubungan antara manusia yang satu
dengan manusia lainnya. Sehingga Setiap hubungan yang terbangun di kehidpuan
masyarakat, akan melahirkan suatu peristiwa hukum serta hubungan hukum. Dalam
hal hubungan hukum tentunya terjadi sebuah hal yang mengikat, antara pihak yang
satu dengan pihak yang lainnya. Sedangkan peristiwa hukum merupaka sebuah kejadian,
yang memiliki sebuah konsekuensi hukum.
Dalam suatu hubungan hukum yang terjadi, pasti
akan menimbulkan suatu hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban yang timbul antara
para pihak, pasti akan menimbulkan suatu konsekuensi hukum, dimana apabila
salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak menjalankan kewajibannya, pasti
akan menjalani sebuah proses hukum yang berlaku. Atau dalam istilah hukum
perdata, konsekuensi hukum ini terbagi menjadi wanprestasi atau perbuatan
melawan hukum. Sedangkan dalam hal pidana, tindakan yang diduga merupakan
swbuah tindak pidana yang merugikan atau berefek kepada orang lain akan
menyebabkan sebuah proses hukum pidana.
Untuk dapat mempertahankan hak atau kepentingan hukumnya, maka para pihak pasti
akan menunjukan dan atau menggunakan bukti-bukti yang dimilikinya. Dalam hal
ini yang dapat di jadikan sebuah bukti adalah suatu perjanjian atau kontrak
yang tertulis diantara mereka. Sehingga mengingat kontrak atau perjanjian
menjadi dasar pembuktian, dalam membuatnya perlu beberapa hal yang harus
diperhatikan. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan suatu
kontrak adalah sebagai berikut :
A.
Format
perjanjian tertulis
Pada dasarnya, Indonesia menganut asas kebebasan
berkontrak. Sehingga tidak ada format baku atau standar tertentu yang
ditentukan dalam pembuatan suatu perjanjian/kontrak dalam system hukum di
Indonesia, sebagaimana tercantum dalam pasal 1338 KUH perdata. Sebagaimana
pendapat seorang ahli hukum, yang bernama Ricardo Simanjuntak dalam bukunya “Teknik
Perancangan Kontrak Bisnis. Beliau menyatakan bahwa bila bentuk kontrak lisan
saja mempunyai kekuatan hukum yang sah dan harus dipatuhi oleh para pihak yang
terikat padanya, maka prinsip tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya kontrak
tidak mempunyai suatu bentuk yang baku.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa paada dasarnya
tidak ada standar yang baku yang ditetapkan untuk membuat suatu
perjanjian/kontrak. Namun, ada hal-hal penting yang harus dianggap sebagai
poin-poin dalam suatu perjanjian atau kontrak yangn terdiri atas:
ü Para pihak;
ü Pendahuluan;
ü Definisi;
ü Pernyataan dan Jaminan;
ü Isi Kontrak;
ü Harga;
ü Ketentuan Pembayaran;
ü Metode Pembayaran;
ü Kewajiban pembayaran;
ü Waktu;
ü Penyerahan;
ü Hak/title;
ü Tanggung jawab;
ü Ganti rugi;
ü Perpajakan;
ü Keadaan memaksa /kahar/force majeur;
ü Jangka waktu berlakunya perjanjian;
ü Wanprestasi;
ü Akibat dari wanprestasi;
ü Pengalihan;
ü Pengujian inspeksi dan Sertifikasi;
ü Kerahasiaan;
ü Litigasi/Arbitrasi /Alternative Dispute
Resolution;
ü Hukum yang Berlaku;
ü Yurisdiksi;
ü Pengesampingan;
ü Lampiran;
ü Perjanjian/Kontrak cacat hukum
Selain hal-hal yang tercantum diatas, ada hal
yang perlu kita ketahui perihal kontrak. seperti syarat sahnya sebuah
perjanjian, sehingga kita dapat mengetahui cacat atau sahnya perjanjian yang
kita buat. Dalam sebuah perjanjian,dapat dikatakan cacat apabila tidak memenuhi
syarat sahnya perjanjian sehingga dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
Dalam hal syarat suatu perjanjian yaitu ::
- adanya kesepakatan kehendak (consensus, agrement)
- adanya wewenang / kecakapan berbuat menurut hukum (capacity) sebagai mana diatur dalam pasal 1330 KUH Perdata.
- objek / perihal tertentu
- Sebab yang halal
Sebab
yang halal yang dimaksud merupakan sebuah tindakan yang sesuai dengan sebuah
aturan hukum yang berlaku, atau sumber terjadinya sebuah perjanjian dikarenakan
adanya sesuatu yang tidak melanggar hukum. Misal perjanjian jual beli motor,
rumah. Yang dimana pihak penjual tidak menjual sebuah barang jualannya yang
bersumber dari tindakan melawan hukum yang berlaku.
sehingga dari keempat syarat diatas dapat digolongkan menjadi :
A. Syarat SUBJEKTIF
(dasar hukum pasal
1320 KUH Perdata), Konsekuensi dari syarat ini adalah dapat dapat
dibatalkan atau diminta batal oleh salah seorang yang melakukan kontrak. yaitu :
- adanya kesepakatan kehendak (consensus, agrement)
- objek / perihal tertentu
B. Syarat OBJEKTIF
syarat objektif di adalah adanya sebuah objek perjanjian, yang memiliki konsekuensi batal demi hukum. (pasal 1320 KUH Perdata)
Sehingga, apabila suatu perjanjian itu tidak
memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dimintakan
pembatalannya. Sedangkan apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat
objektif, maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. yaitu :
- adanya wewenang / kecakapan berbuat menurut hukum (capacity)
- Sebab yang halal
Demikianlah pemahaman dari saya mengenai kontrak, sehingga dapat membantu kawan-kawan pembaca sedikitnya mengerti mengenai sebuah kontrak. yang mungkin
dapat kawan-kawan gunakan dalam membuat suatu kontrak, atau menjadi sebuah refrensi tugas perkuliahan. besar harapan pembaca dapat berpartisipasi untuk mengkomentari tulisan ini. akhir kata terimakasih, dan salam
Comments
Post a Comment